Powered By Blogger

Kamis, 28 November 2013


Inovasi Pengelolaan Program Pembangunan AMPL-BM di Kab. Bangka
Latar Belakang Inovasi
Pelaksanaan Program Pembangunan Sektor AMPL selama ini sudah berjalan disetiap daerah di Indonesia, termasuk di daerah Kabupaten Bangka. Namun pelaksanaannya masih belum terkoordinir dengan baik dan masih dilaksanakan oleh masing-masing Satuan Kerja yang berhubungan dengan kegiatan ini, begitu juga peran serta dari masyarakat dirasakan masih kurang.
Rendahnya kepedulian masyarakat dan keterlibatan pemerintah dalam merespon AMPL disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS). Keadaan ini tercermin dari perilaku masyarakat yang hingga sekarang masih banyak yang menggunakan air untuk keperluan rumah tangga yang tidak memenuhi syarat kesehatan, buang air besar di sungai dan kebun. Kondisi ini diperburuk lagi oleh degradasi lingkungan akibat penambangan timah illegal yang tidak managable. Degradasi lingkungan ini menyebabkan kuantitas, kualitas dan kontinuitas air baku dan air bersih bagi masyarakat menjadi berkurang jauh. Akibatnya pada tahun 2006, seperti yang dilaporkan oleh BPS Provinsi Kep. Bangka Belitung, hanya 54,14 persen masyarakat yang memiliki akses terhadap air bersih dan 51,43 persen yang memiliki akses terhadap sanitasi dasar. Apabila keadaan ini tidak cepat diatasi akan berdampak besar terhadap kesehatan masyarakat, seperti meningkatnya kasus penyakit menular, diantaranya penyakit diare, typus, disentry dan penyakit kulit serta penyakit lainnya yang berhubungan dengan rendahnya kualitas lingkungan hidup manusia.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sekaligus meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan membantu mengurangi tingkat kemiskinan, sejak tahun 2007, Pemkab Bangka memberikan perhatian ekstra dan konkrit terhadap pembangunan sektor AMPL. Perhatian dan prioritas terhadap sektor AMPL ini ditandai dengan memasukkan isu AMPL dalam mainstreaming perencanaan pembangunan daerah. Kebijakan ini bukanlah merupakan kebijakan yang berdiri sendiri, karena kebijakan ini selaras dengan beberapa kebijakan serupa, baik ditingkat nasional maupun internasional. Selaras dengan kebijakan internasional karena kebijakan prioritas terhadap sektor AMPL yang diambil Pemkab Bangka sesuai dengan ratifikasi Milenium Development Goals (MDGs) yang dihasilkan pada Johanesburg Summit pada tahun 2002, dengan salah satu kesepakatannya adalah mengurangi separuh penduduk yang tidak mendapatkan akses air minum yang sehat serta penanganan sanitasi dasar pada tahun 2015. Selaras dengan kebijakan nasional, karena kebijakan prioritas terhadap sektor AMPL yang diambil Pemkab Bangka ini juga sesuai dengan amanat pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa sektor AMPL merupakan salah satu urusan wajib daerah, juga memiliki harmoni dengan RPJMN tahun 2010-2014, terutama pada Sub-Bidang Perumahan dan Permukiman, yang secara eksplisit menyebutkan dengan jelas berbagai sasaran pembangunan sektor AMPL.
II. Tujuan Inovasi:
a. Membangun infra dan suprastruktur AMPL guna meningkatkan kuantitas, kualitas dan kontinuitas air bersih dan sanitasi dasar bagi masyarakat
b. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan stakeholder lain dalam pembangunan dan pengelolaan AMPL
c. Meningkatkan kualitas dan derajat kesehatan masyarakat
III. Inovasi Yang Dilakukan
3.1. Bidang Tata Kelola Pemerintahan Daerah.
3.1.1. Kondisi Sebelum Inovasi
Pelaksanaan program pembangunan AMPL dilaksanakan secara parsial, masing-masing SKPD melaksanakan program dan kegiatan dengan tidak terkordinir dan tidak terpadu. Tata kelola berjalan dengan sendiri-nya tanpa disertai rencana yang matang dan target sasaran yang jelas dan terukur.
3.1.2. Inovasi Yang Dilakukan
A. Membentuk Kelembagaan Pokja AMPL yang Kompetitif.
Pokja AMPL dibentuk dengan SK Bupati Bangka sejak tahun 2007, keanggotaannya menyesuaikan dengan dinamika. Pokja yang efektif merupakan predisposisi yang sangat menentukan karakter dan kecepatan pembangunan AMPL, bahkan dapat menjadi pemicu pembangunan sektor lain. Dengan tugas pokok yang diantaranya adalah bagaimana memfasilitasi APBD yang Pro AMPL, seluruh anggota Pokja memiliki kompetensi dan kapasitas yang berkaitan dengan daya tawar, baik dalam konteks APBD maupun dalam konteks ”tour of duty” atau mutasi yang seringkali menjadi mimpi buruk bagi kualitas Pokja.
Struktur dan komposisi keanggotan Pokja diperkaya dan terdiri dari dua cluster. Cluster pertama terdiri dari SKPD teknis, meliputi Bappeda, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Badan Lingkungan Hidup, Badan Pusat Statistik, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Dinas Pertambangan dan Energi serta PDAM. Cluster kedua terdiri dari SKPD non teknis yang sangat penting untuk memback-up berbagai kebijakan teknis dan non teknis, meliputi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD), Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP), Bagian Admnistrasi Pembangunan, Bagian Informasi dan Telekomunikasi serta Bagian Hukum Setda Kabupaten Bangka.
Pembagian peran masing-masing cluster tentu saja sangat berbeda. Cluster teknis, lebih banyak berperan dalam berbagai persoalan program dan kebijakan teknis ke-AMPL-an. Perkecualian dari kelompok ini adalah Bappeda, yang disamping mengkoordinasi dan menginisiasi persoaloan teknis, juga berperan penting dalam penentuan besaran dan kebijakan APBD yang Pro AMPL. Dalam struktur Panitia Anggaran Eksekutif yang di Ketuai oleh Sekretaris Daerah, Kepala Bappeda yang juga Ketua Pokja bertindak sebagai Wakil Ketua. Sementara Sekretaris Bappeda selaku Anggota Pokja bertindak juga sebagai Anggota Panitia Anggaran Eksekutif.
Cluster Pokja Non Teknis lebih difungsikan sebagai ”supporting actor” yang membantu cluster teknis dalam menjalankan fungsinya. DPPKAD serta Bagian Administrasi Pembangunan sebagai bagian penting dari Panitia Anggaran eksekutif, diposisikan sebagai kalalisator kebijakan APBD yang Pro-AMPL. BKPP diposisikan sebagai negosiator dalam seluruh persoalan yang menyangkut mutasi kepegawaian bagi anggota Pokja. Bagian Informasi dan Telekomunikasi disamping bertanggung jawab penuh terhadap Local Area Network yang berorientasi intranet bagi lalu lintas data antar SKPD terkait AMPL, juga bertanggungjawab dalam publikasi kebijakan dan pembangunan AMPL, terutama melalui media website (ampl.bangka.go.id). Bagian Hukum diposisikan sebagai fasilitator utama dalam menyusun dan mengembangkan kerangka regulasi.
B. Mengembangkan Kerangka Regulasi.
Regulasi menjadi bagian sangat penting dalam rangka melaksanakan kebijakan dan pembangunan AMPL secara efektif. Menjadi sangat penting karena disamping sifatnya yang mampu mengikat seluruh stakeholders untuk terus “on the right track”, juga karena kemampuan istimewa-nya yang memiliki daya paksa. Memanfaatkan instrument yang powerfull ini, kemudian dibuat beberapa terobosan dengan menyusun dan mengembangkan kerangka regulasi AMPL, baik yang bersifat perencanaan maupun pelaksanaan. Dalam konteks perencanaan, yang dilakukan adalah dengan memasukkann issue AMPL dalam mainstraiming perencanaan, baik jangka menengah maupun jangka pendek. Dari sisi perencanaan jangka menengah, beberapa yang sudah dilakukan adalah menjadikan Renstra AMPL-BM sebagai referensi penyusunan dokumen RPJMD dan berhasil menjadikan pembangunan AMPL sebagai satu dari lima misi dalam RPJMD Kabupaten Bangka 2009-2013 yang dilegalisasi dalam Peraturan Bupati
Dari sisi perencanaan jangka pendek, yang dilakukan adalah; (i) menjadikan AMPL sebagai issue utama dalam berbagai tingkatan Musrenbang, mulai dari tingkat desa hingga tingkat kecamatan; dan (ii) menjadikan AMPL sebagai issue utama dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang dilegalisasi melalui Peraturan Bupati dan Rencana Kerja SKPD terkait yang dilegalisasi Kepala SKPD.
Dalam konteks Pelaksanaan Program dan Kegiatan AMPL, yang dilakukan adalah dengan membuat regulasi yang mengatur petunjuk pelaksanaan (juklak) beberapa program utama pembangunan. Yang sudah dilakukan adalah; (i) Memfasilitasi penyusunan Peraturan Bupati tentang Juklak dan Juknis Penggunaan Dana Alokasi Desa yang Pro AMPL; (ii) Mengarahkan pengalokasian anggaran Program Pembangunan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) dan P2KP untuk pembangunan infrastruktur AMPL; (iii) Menyusun Peraturan Bupati tentang Pengelolaan Data AMPL; dan (iv) sedang menginisiasi penyusunan draft Raperda “Water Resource Protection Zone” Kabupaten Bangka.
C. Rapat Kordinasi Perencanaan Pembangunan Sektor AMPL.
Rakor khusus ini hanya melibatkan seluruh SKPD terkait AMPL. Rakor dilaksanakan setidaknya empat kali, yaitu pada saat Musrenbang Kabupaten, Penyusunan Kebijakan Umum APBD, Penyusunan Plafon dan Prioritas Anggaran serta RAPBD.
D. Meningkatkan Kualitas Pendataan melalui Registrasi Data.
Perencanaan pembangunan yang baik mensyaratkan data data yang handal. Data yang handal akan menghasilkan perencanaan yang benar. Perencanaan yang benar akan menghasilkan kebijakan yang benar. Pada akhirnya, implementasi kebijakan yang benar akan menghasilkan pembangunan yang tepat sasaran dan efisien. Selama ini, sumber data pembangunan AMPL yang menjadi rujukan resmi adalah data primer yang dikumpulkan melalui SUSENAS, yaitu survei rumah tangga dengan tujuan menyediakan data tingkat kesejahteraan rakyat dan perkembangannya dari waktu ke waktu dimana dilakukan secara periodik tahunan dengan cakupan seluruh wilayah. Data yang ditampilkan BPS ini cukup memberikan gambaran kondisi makro AMPL di Kabupaten Bangka. Persoalannya kemudian adalah model data tersebut tidak dapat sepenuhnya digunakan sebagai data dasar perencanaan. Hal ini disebabkan karena data yang ditampilkan hanya besaran angka cakupan tingkat kabupaten dan tidak mampu menggambarkan data cakupan tingkat wilayah yang lebih rendah seperti kecamatan dan desa. Oleh karena itu harus didadaptak data yang valid hingga level rumah tangga melalui registrasi data.
Registrasi Data AMPL, berupa sensus eksploratif terhadap kondisi AMPL. Kabupaten Bangka merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang sudah memiliki data AMPL hingga tingkat rumah tangga, sehingga menjadi model nasional untuk pengelolaan data AMP yang ditandai dengan diselenggarakannya Lokakarya Nasional Pengelolaan Data AMPL di Sungailiat, Bangka tahun 2009. Sesuai Peraturan Bupati tentang Pengelolaan data AMPL, data ini kemudian dijadikan bahan utama perencanaan dan penganggaran AMPL, mulai dari tingjkat APBDes, APBD Kabupaten maupun APBD Provinsi
E. Sistem Informasi Manajemen (SIM) Data AMPL yang terintegrasi dengan JAMKESMAS. Dalam konteks ini, data AMPL dijadikan sebagai salah satu indikator kemiskinan masyarakat. yang pembiayaan kesehatannya dibiayai oleh JAMKESMAS dan JAMKESDA. Melalui SIM ini, setiap orang bisa mengakses dan mengetahui perkembangan kondisi kesehatan dan AMPL masing-masing Rumah Tangga dan seluruh anggotanya. Dengan SIM ini, Kabupaten Bangka juga menjadi satu-satunya daerah di Indonesia yang memiliki SIM Data AMPL.
F. Website; http:/ampl.bangka.go.id.
Merupakan satu-satunya website khusus AMPL yang dimiliki Pemerintah kabupaten/kota/provinsi di Indonesia. Website ini memuat segala pernak-pernaik terkait perkembangan Ke-AMPL-an di Kabupaten Bangka dan selalu di update setiap saat. Juga menjadi media online pembelajaran dan diskusi terkait AMPL bagi seluruh daerah di Indonesia
3.1.3. Setelah Inovasi
Pelaksanaan program pembangunan AMPL dilaksanakan secara terpadu. Pelaksanaan program dan kegiatan terkordinir dan terpadu. Tata kelola mejnadi jauh lebih baik, perencanaan dan kordinasi menjadi lebih mantap. Seluruh programj dan kegiatan semata-semata ditujukan pada pencapaian sasaran yang tercantum dalam Renstra AMPL-BM dan RPJMD.
3.2. Bidang Pelayanan Publik.
3.2.1. Sebelum Inovasi
Sebelum program AMPL dilaksanakan, masyarakat dibanyak desa belum memiliki akses yang cukup terhadap air bersih dan sanitasi dasar seperti jamban. Disamping itu kesadaran masyarakat terhadap pola hidup bersih dan sehat juga masih rendah. Dari sisi lain, belum mainstreaming-nya sekotr AMPL dalam perencanaan dan penggaran, mengakibatkan rasio dan alokasi anggaran sektor AMPL dalam APBD masih tergolong rendah. Akibatnya pada tahun 2006, seperti yang dilaporkan oleh BPS Provinsi Kep. Bangka Belitung, hanya 54,14 persen masyarakat yang memiliki akses terhadap air bersih dan 51,43 persen yang memiliki akses terhadap sanitasi dasar. Akibat lanjutannya adalah mendominasinya penyakit akibat kondisi AMPL yang buruk dalam 10 besar penyakit yang menyerang masyarakat.

3.2.2. Inovasi yang Dilakukan
A. Rasio Anggaran AMPL per APBD yang Progresif.
Melihat vitalnya fungsi APBD, banyaknya urusan yang harus dibiaya-i serta sifatnya yang politis, Tugas Pokja tentu semakin berat. Kondisi ini diperparah lagi dengan kondisi AMPL yang terus mendapatkan tekanan. Oleh karena itu, “daya tawar” memang harus menjadi kompetensi utama seluruh anggota Pokja. Untuk mengeliminir persoalan tersebut, langkah yang dilakukan adalah dengan memasukkan SKPD yang terkait dengan penganggaran sebagai anggota Pokja. Siasat ini tentu saja berkaitan dengan bargaining position dalam penentuan besaran anggaran terkait AMPL. Siasat lain yang tak kalah penting untuk memperkuat daya tawar ini adalah dengan terus melakukan pendekatan advokatif dan adaptif kepada Panitia Anggaran Legislatif. Targetnya tentu saja anggaran AMPL harus meningkat progresif. Ratio anggaran AMPL per APBD harus terus meningkat seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap sumberdaya air bersih dan sanitasi. Hasilnya adalah dalam tiga tahun terakhir, ratio ini terus meningkat, 3,34 persen di tahun 2007, 3,5 persen di tahun 2008, 4,75 persen di tahun 2009 dan 5,14 persen di tahun 2010. Dalam perkembangan lainnya, sebagai implikasi beberapa regulasi terkait penggunaan dana desa, pada tahun 2009 dan 2010, sudah banyak desa yang di Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)-nya mengalokasikan budget untuk pembangunan AMPL desa.
B. Meningkatkan Kualitas Pengelolaan Sistem Pengelolaan Air Minum Pedesaan (SPAM). Pengelolaan SPAM oleh masyarakat pengguna pada umumnya dilaksanakan melalui Unit Pengelola Sarana (UPS). Lembaga tersebut, beserta sumber daya manusia, perangkat lunak dan perangkat kerasnya, yang menentukan keberlanjutan pelayanan SPAM yang dikelola oleh masyarakat. Oleh sebab itu, keberadaan unit-unit pengelola sarana ini sangat diperlukan. Di Kabupaten Bangka, setidaknya terdapat 21 unit SPAM yang tersebar di beberapa desa yang rawan air bersih. Persoalannya adalah sebelum Program AMPL berjalan, hanya 2 diantaranya yang relative sudah berjalan, sementara 14 unit sisanya mati suri. Dalam rangka mendukung prinsip keberlanjutan SPAM tersebut, telah dilakukan berbagai upaya, diantaranya adalah bantuan teknis kepada UPS, bantuan pengelolaan administrasi, dan bantuan pengembangan komunikasi yang baik dengan masyarakat pengguna. Selain itu, guna meningkatkan kualitas pelayanan, direncanakan lembaga tersebut akan dibekali pengetahuan dan keterampilan pemeriksaan kualitas air secara sederhana. Saat ini seluruh SPAM desa tersebut sudah berfungsi normal.
3.2.3. Setelah Inovasi
Setelah inovasi dijalankan, banyak hal terkait pelayanan publik menjdi membaik. AMPL menjdi isu yang funky lagi sexy dalam perencanaan dan penganggaran. Alokasi anggaran sektor AMPL dan rasionya terhadap APBD terus meningkat. Pembangunan infrastruktur pelayanan, baik yang dibiayai pemerintah maupun swasta dan masyarakat juga semakin marak, pengelolaan lembaga air bersih semakin membaik. Akibatnya pada tahun 2009, hasil registrasi data menunjukkan akses masyarakat terhadap AMPL mengalami peningkatan luar biasa. Akses terhadap air bersih menjadi 63,35 persen dan dan terhadap sanitasi dasar menjadi 75,97 persen.
3.3. Bidang Pemberdayaan Masyarakat
3.3.1. Sebelum Inovasi
Rendahnya kepedulian masyarakat dan swasta dalam menyikapi AMPL yang disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS). Keadaan ini tercermin dari perilaku masyarakat yang menggunakan air untuk keperluan rumah tangga tidak memenuhi syarat kesehatan, buang air besar di sungai dan kebun. Disamping itu banyak perusahaan pertambangan dan perkebunan yang notabene merupakan pelaku usaha yang terkait langsung dengan turunnya akses masyarakat terhadap AMPL belum menunjukkan kepedulian yang cukup, sehingga tidak ada atupun perusahaan yang mebngalokasikan dana CSR-nya untuk kepentingan pembangunan infrastruktur AMPL.
3.3.2. Inovasi yang Dilakukan
A. Pemicuan Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur AMPL secara swadaya melalui Community Led Total Sanitation (CLTS).
Pemicuan dengan sistem cluster dilakukan dengan kegiatan penyadaran masyarakat secara partisipatif mengenai dampak sanitasi buruk dan pentingnya menggunakan jamban sehat. Sistem kluster ditentukan berdasar wilayah kerja Puskesmas. Tujuannya agar kesinambungan program terus berjalan hingga tercapainya kondisi terbebas dari kebiasaan BABS pada desa-desa yang dipicu. Dalam tindaklanjutnya Dinkes dan Puskesmas membangun jejaring supply dengan toko bahan bangunan (material) yang diwujudkan dalam kerjasama untuk meringankan beban masyarakat dalam pembangunan jamban. Pemicuan juga dilakukan di sekolah-sekolah. Kegiatan ini diawali dengan upaya-upaya ODF pada sekolah-sekolah yang terletak di wilayah pemicuan, yakni saat pertemuan para kepala sekolah guna sosialisasi program. Selain penyadaran jamban sehat, dinas melakukan sosialisasi cuci tangan pakai sabun melalui guru UKS. Semua strategi dan inovasi program sanitasi tersebut bermuara pada target Pemkab Bangka dalam Renstra AMPL-BM untuk mewujudkan BABS di tahun 2004.
C. Melaksanakan Lokakarya Perencanaan Pembangunan Sektor AMPL bagi Pemerintah Desa di tahun 2010.
Hingga saat ini, Pemkab Bangka merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang pernah melaksanakan inovasi melalui lokakarya. Tujuan lokakarya adalah untuk lebih meningkatkan pemahaman dan melatih ketrampilan merencanakan pembangunan sektor AMPL bagi Kepala Desa dan Ketua BPD, sehingga pada akhirnya secara proporsional seluruh desa di Kabupaten Bangka dapat mengalokasikan anggaran pembangunan infrastruktur AMPL desa melalui APBDes, yang pengerjaan pembangunannya dilakukan oleh masyarakat secaea swakelola dan swadaya.
C. Menjadikan Kader Posyandu sebagai enumerator, Bidan Desa sebagai supervisor dan Sanitarian Puskesmas sebagai analis dalam pendataan AMPL melalui metode registrasi. Pemanfaatan kader dan bidan desa dalam proses pengumpulan data merupakan sesuatu yang unik dan tidak pernah terjadi di daerah lain. Manfaat ganda didapatkan, pertama mempercepat perolehan data, karena mereka dikenal penduduk lokal, juga mereka dapat menjadi agen perubahan dalam pembangunan sarana AMPL, karena mereka secara tidak langsung telah dilatih mengenai prinsip-prinsip sarana AMPL yang aman. Jalur Posyandu-Bidan Desa-Sanitarian merupakan jalur potensial untuk pendataan sarana AMPL. Jalur ini sudah berfungsi dengan relatif baik.
D. Menjalin Kemitraan Dengan PT. Timah Tbk. Kemitraan ini ditujukan bagi pengalokasian dana CSR untuk kepentingan AMPL. Hasil kemitraan ini adalah pada tahun 2011, PT. Timah Tbk akan mengalokasikan dana CSR-nya untuk pembangunan beberapa Desa Model AMPL
3.3.3. Setelah Inovasi
Kepedulian masyarakat, sekolah dan swasta dalam menyikapi AMPL semakin membaik yang disebabkan meningkatnya pengetahuan terhadap pentingnya AMPL. Keadaan ini tercermin dari perilaku ketiganya dalam ber-AMPL. Kondisi yang terlihat dewasa ini adalah semakin banyaknya masyarakat yang membangun jamban keluarga secara swadaya, sekolah-sekolah yang memiliki jamban yang sehat serta perusahaan pertambangan yang concern dengan pembangunan infrastruktur AMPL.
IV. Outcome Inovasi
4.1. Sektor AMPL menjadi sektor prioritas dalam RPJMD Kabupaten Bangka 2009-2013. Seluruh SKPD terkait harus mempedomani RPJMD dan Renstra AMPL-BM sebagai pedoman penyusunan Rencana Strategis dan Rencana kinerja SKPD 2009-2013. Selain itu APBDes dan CSR pihak swasta harus memperhatikan Renstra AMPL-BM sebagtai salah satu referensi
4.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat semakin meningkat yang ditandai dengan pembangunan infrastruktur AMPL secara swadaya
4.3. Stakeholder AMPL memiliki sense of belonging yang tinggi dan berperan aktif dalam pembangunan dan pengelolaan AMPL
4.4. Kabupaten Bangka terpilih sebagai Kabupaten Sehat tingkat Nasional pada tahun 2009 dan mendapatkan Piala Adipura Kencana tahun 2010
4.5. Insiden kejadian penyakit diare pada balita mengalami penurunan drastis dari 4.497 di tahun 2007 menjadi 3.208 di tahun 2009.
4.6. Angka kematian balita per 1.000 kelahiran menurun dari 0,487 di tahun 2007 menjadi 0,327 di tahun 2019.
4.7. Angka kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup menurun drastis dari 64,977 dari tahun 2007 menjadi 48,996 di tahun 2009.
4.8. Insiden penyakit malaria per 1000 penduduk menurun dari 63,79 di tahun 2006 menjadi 9,48 di tahun 2008
4.9. Insiden penyakit demam berdarah per 100.000 penduduk menurun dari 8 di tahun 2006 menjadi 4,13 di tahun 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar