Inovasi Pengelolaan Program Pembangunan AMPL-BM di Kab. Bangka
Latar Belakang Inovasi
Pelaksanaan
Program Pembangunan Sektor AMPL selama ini sudah berjalan disetiap
daerah di Indonesia, termasuk di daerah Kabupaten Bangka. Namun
pelaksanaannya masih belum terkoordinir dengan baik dan masih
dilaksanakan oleh masing-masing Satuan Kerja yang berhubungan dengan
kegiatan ini, begitu juga peran serta dari masyarakat dirasakan masih
kurang.
Rendahnya kepedulian masyarakat dan keterlibatan pemerintah dalam merespon AMPL
disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya
Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS). Keadaan ini tercermin dari
perilaku masyarakat yang hingga sekarang masih banyak yang menggunakan
air untuk keperluan rumah tangga yang tidak memenuhi syarat kesehatan,
buang air besar di sungai dan kebun. Kondisi ini diperburuk lagi oleh
degradasi lingkungan akibat penambangan timah illegal yang
tidak managable. Degradasi lingkungan ini menyebabkan kuantitas,
kualitas dan kontinuitas air baku dan air bersih bagi masyarakat menjadi
berkurang jauh. Akibatnya
pada tahun 2006, seperti yang dilaporkan oleh BPS Provinsi Kep. Bangka
Belitung, hanya 54,14 persen masyarakat yang memiliki akses terhadap
air bersih dan 51,43 persen yang memiliki akses terhadap sanitasi
dasar. Apabila
keadaan ini tidak cepat diatasi akan berdampak besar terhadap
kesehatan masyarakat, seperti meningkatnya kasus penyakit menular,
diantaranya penyakit diare, typus, disentry dan penyakit kulit serta
penyakit lainnya yang berhubungan dengan rendahnya kualitas lingkungan
hidup manusia.
Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, sekaligus meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dan membantu mengurangi tingkat kemiskinan, sejak
tahun 2007, Pemkab Bangka memberikan perhatian ekstra dan konkrit
terhadap pembangunan sektor AMPL. Perhatian dan prioritas terhadap
sektor AMPL ini ditandai dengan memasukkan isu AMPL dalam mainstreaming
perencanaan pembangunan daerah. Kebijakan ini bukanlah merupakan
kebijakan yang berdiri sendiri, karena kebijakan ini
selaras dengan beberapa kebijakan serupa, baik ditingkat nasional maupun
internasional. Selaras dengan kebijakan internasional karena kebijakan
prioritas terhadap sektor AMPL yang diambil Pemkab Bangka sesuai
dengan ratifikasi Milenium Development Goals (MDGs) yang dihasilkan pada Johanesburg Summit
pada tahun 2002, dengan salah satu kesepakatannya adalah mengurangi
separuh penduduk yang tidak mendapatkan akses air minum yang sehat serta
penanganan sanitasi dasar pada tahun 2015. Selaras dengan kebijakan
nasional, karena kebijakan prioritas terhadap sektor AMPL yang diambil
Pemkab Bangka ini juga sesuai dengan amanat pasal 14 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
menyatakan bahwa sektor AMPL merupakan salah satu urusan wajib daerah,
juga memiliki harmoni dengan RPJMN tahun 2010-2014, terutama pada
Sub-Bidang Perumahan dan Permukiman, yang secara eksplisit menyebutkan
dengan jelas berbagai sasaran pembangunan sektor AMPL.
II. Tujuan Inovasi:
a. Membangun infra dan suprastruktur AMPL guna meningkatkan kuantitas, kualitas dan kontinuitas air bersih dan sanitasi dasar bagi masyarakat
b. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan stakeholder lain dalam pembangunan dan pengelolaan AMPL
c. Meningkatkan kualitas dan derajat kesehatan masyarakat
III. Inovasi Yang Dilakukan
3.1. Bidang Tata Kelola Pemerintahan Daerah.
3.1.1. Kondisi Sebelum Inovasi
Pelaksanaan program
pembangunan AMPL dilaksanakan secara parsial, masing-masing SKPD
melaksanakan program dan kegiatan dengan tidak terkordinir dan tidak
terpadu. Tata kelola berjalan dengan sendiri-nya tanpa disertai rencana
yang matang dan target sasaran yang jelas dan terukur.
3.1.2. Inovasi Yang Dilakukan
A. Membentuk Kelembagaan Pokja AMPL yang Kompetitif.
Pokja AMPL dibentuk dengan SK Bupati Bangka sejak tahun 2007, keanggotaannya menyesuaikan dengan dinamika. Pokja
yang efektif merupakan predisposisi yang sangat menentukan karakter
dan kecepatan pembangunan AMPL, bahkan dapat menjadi pemicu pembangunan
sektor lain. Dengan tugas pokok yang diantaranya adalah bagaimana memfasilitasi APBD yang Pro AMPL, seluruh anggota Pokja memiliki
kompetensi dan kapasitas yang berkaitan dengan daya tawar, baik dalam
konteks APBD maupun dalam konteks ”tour of duty” atau mutasi yang
seringkali menjadi mimpi buruk bagi kualitas Pokja.
Struktur dan komposisi keanggotan Pokja diperkaya dan terdiri dari dua cluster. Cluster pertama terdiri
dari SKPD teknis, meliputi Bappeda, Badan Pemberdayaan Masyarakat
Desa, Badan Lingkungan Hidup, Badan Pusat Statistik, Dinas Pekerjaan
Umum, Dinas Kesehatan, Dinas Pertambangan dan Energi serta PDAM.
Cluster kedua terdiri dari SKPD non teknis yang sangat penting untuk
memback-up berbagai kebijakan teknis dan non teknis, meliputi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD), Badan
Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP), Bagian Admnistrasi
Pembangunan, Bagian Informasi dan Telekomunikasi serta Bagian Hukum
Setda Kabupaten Bangka.
Pembagian
peran masing-masing cluster tentu saja sangat berbeda. Cluster teknis,
lebih banyak berperan dalam berbagai persoalan program dan kebijakan
teknis ke-AMPL-an. Perkecualian dari kelompok ini adalah Bappeda, yang
disamping mengkoordinasi dan menginisiasi persoaloan teknis, juga
berperan penting dalam penentuan besaran dan kebijakan APBD yang Pro
AMPL. Dalam struktur Panitia Anggaran Eksekutif yang di Ketuai oleh
Sekretaris Daerah, Kepala Bappeda yang juga Ketua Pokja bertindak
sebagai Wakil Ketua. Sementara Sekretaris Bappeda selaku Anggota Pokja bertindak juga sebagai Anggota Panitia Anggaran Eksekutif.
Cluster
Pokja Non Teknis lebih difungsikan sebagai ”supporting actor” yang
membantu cluster teknis dalam menjalankan fungsinya. DPPKAD serta Bagian
Administrasi Pembangunan sebagai bagian penting dari Panitia Anggaran
eksekutif, diposisikan sebagai kalalisator kebijakan APBD
yang Pro-AMPL. BKPP diposisikan sebagai negosiator dalam seluruh
persoalan yang menyangkut mutasi kepegawaian bagi anggota Pokja. Bagian
Informasi dan Telekomunikasi disamping bertanggung jawab penuh terhadap
Local Area Network yang berorientasi intranet bagi lalu lintas data
antar SKPD terkait AMPL, juga bertanggungjawab dalam publikasi kebijakan
dan pembangunan AMPL, terutama melalui media website (ampl.bangka.go.id). Bagian Hukum diposisikan sebagai fasilitator utama dalam menyusun dan mengembangkan kerangka regulasi.
B. Mengembangkan Kerangka Regulasi.
Regulasi
menjadi bagian sangat penting dalam rangka melaksanakan kebijakan dan
pembangunan AMPL secara efektif. Menjadi sangat penting karena
disamping sifatnya yang mampu mengikat seluruh stakeholders untuk terus
“on the right track”, juga karena kemampuan istimewa-nya yang memiliki
daya paksa. Memanfaatkan instrument yang powerfull ini, kemudian dibuat
beberapa terobosan dengan menyusun dan mengembangkan kerangka regulasi
AMPL, baik yang bersifat perencanaan maupun pelaksanaan. Dalam
konteks perencanaan, yang dilakukan adalah dengan memasukkann issue
AMPL dalam mainstraiming perencanaan, baik jangka menengah maupun jangka
pendek. Dari sisi perencanaan jangka menengah, beberapa yang sudah
dilakukan adalah menjadikan Renstra AMPL-BM sebagai referensi penyusunan dokumen RPJMD dan berhasil menjadikan pembangunan AMPL sebagai satu dari lima misi dalam RPJMD Kabupaten Bangka 2009-2013 yang dilegalisasi dalam Peraturan Bupati
Dari sisi perencanaan jangka pendek, yang dilakukan adalah; (i) menjadikan AMPL
sebagai issue utama dalam berbagai tingkatan Musrenbang, mulai dari
tingkat desa hingga tingkat kecamatan; dan (ii) menjadikan AMPL
sebagai issue utama dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang
dilegalisasi melalui Peraturan Bupati dan Rencana Kerja SKPD terkait
yang dilegalisasi Kepala SKPD.
Dalam
konteks Pelaksanaan Program dan Kegiatan AMPL, yang dilakukan adalah
dengan membuat regulasi yang mengatur petunjuk pelaksanaan (juklak)
beberapa program utama pembangunan. Yang sudah dilakukan
adalah; (i) Memfasilitasi penyusunan Peraturan Bupati tentang Juklak dan
Juknis Penggunaan Dana Alokasi Desa yang Pro AMPL; (ii) Mengarahkan
pengalokasian anggaran Program Pembangunan Infrastruktur
Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) dan P2KP untuk pembangunan infrastruktur
AMPL; (iii) Menyusun Peraturan Bupati tentang Pengelolaan Data AMPL;
dan (iv) sedang menginisiasi penyusunan draft Raperda “Water Resource
Protection Zone” Kabupaten Bangka.
C. Rapat Kordinasi Perencanaan Pembangunan Sektor AMPL.
Rakor
khusus ini hanya melibatkan seluruh SKPD terkait AMPL. Rakor
dilaksanakan setidaknya empat kali, yaitu pada saat Musrenbang
Kabupaten, Penyusunan Kebijakan Umum APBD, Penyusunan Plafon dan
Prioritas Anggaran serta RAPBD.
D. Meningkatkan Kualitas Pendataan melalui Registrasi Data.
Perencanaan pembangunan yang baik mensyaratkan data data yang handal. Data yang handal akan menghasilkan perencanaan yang benar. Perencanaan yang benar akan menghasilkan kebijakan yang benar. Pada akhirnya, implementasi kebijakan yang benar akan menghasilkan pembangunan yang tepat sasaran dan efisien. Selama ini, sumber data pembangunan AMPL yang menjadi rujukan resmi adalah data primer yang dikumpulkan melalui SUSENAS, yaitu survei
rumah tangga dengan tujuan menyediakan data tingkat kesejahteraan
rakyat dan perkembangannya dari waktu ke waktu dimana dilakukan secara
periodik tahunan dengan cakupan seluruh wilayah. Data yang ditampilkan BPS ini cukup memberikan gambaran kondisi makro AMPL di Kabupaten Bangka. Persoalannya kemudian adalah model data tersebut tidak dapat sepenuhnya digunakan sebagai data dasar perencanaan. Hal ini disebabkan karena data yang ditampilkan hanya besaran angka cakupan tingkat kabupaten dan tidak mampu menggambarkan data cakupan tingkat
wilayah yang lebih rendah seperti kecamatan dan desa. Oleh karena itu
harus didadaptak data yang valid hingga level rumah tangga melalui
registrasi data.
Registrasi
Data AMPL, berupa sensus eksploratif terhadap kondisi AMPL. Kabupaten
Bangka merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang sudah memiliki
data AMPL hingga tingkat rumah tangga, sehingga menjadi model nasional
untuk pengelolaan data AMP yang ditandai dengan
diselenggarakannya Lokakarya Nasional Pengelolaan Data AMPL di
Sungailiat, Bangka tahun 2009. Sesuai Peraturan Bupati tentang Pengelolaan
data AMPL, data ini kemudian dijadikan bahan utama perencanaan dan
penganggaran AMPL, mulai dari tingjkat APBDes, APBD Kabupaten maupun
APBD Provinsi
E. Sistem Informasi Manajemen (SIM) Data AMPL yang terintegrasi dengan JAMKESMAS. Dalam konteks ini, data AMPL dijadikan sebagai salah satu indikator kemiskinan masyarakat. yang
pembiayaan kesehatannya dibiayai oleh JAMKESMAS dan JAMKESDA. Melalui
SIM ini, setiap orang bisa mengakses dan mengetahui perkembangan
kondisi kesehatan dan AMPL masing-masing Rumah Tangga dan seluruh
anggotanya. Dengan SIM ini, Kabupaten Bangka juga menjadi satu-satunya
daerah di Indonesia yang memiliki SIM Data AMPL.
F. Website; http:/ampl.bangka.go.id.
Merupakan
satu-satunya website khusus AMPL yang dimiliki Pemerintah
kabupaten/kota/provinsi di Indonesia. Website ini memuat segala
pernak-pernaik terkait perkembangan Ke-AMPL-an di Kabupaten Bangka dan
selalu di update setiap saat. Juga menjadi media online pembelajaran dan
diskusi terkait AMPL bagi seluruh daerah di Indonesia
3.1.3. Setelah Inovasi
Pelaksanaan program
pembangunan AMPL dilaksanakan secara terpadu. Pelaksanaan program dan
kegiatan terkordinir dan terpadu. Tata kelola mejnadi jauh lebih baik,
perencanaan dan kordinasi menjadi lebih mantap. Seluruh programj dan
kegiatan semata-semata ditujukan pada pencapaian sasaran yang tercantum
dalam Renstra AMPL-BM dan RPJMD.
3.2. Bidang Pelayanan Publik.
3.2.1. Sebelum Inovasi
Sebelum
program AMPL dilaksanakan, masyarakat dibanyak desa belum memiliki
akses yang cukup terhadap air bersih dan sanitasi dasar seperti jamban.
Disamping itu kesadaran masyarakat terhadap pola hidup bersih dan sehat
juga masih rendah. Dari sisi lain, belum mainstreaming-nya sekotr AMPL
dalam perencanaan dan penggaran, mengakibatkan rasio dan alokasi
anggaran sektor AMPL dalam APBD masih tergolong rendah. Akibatnya
pada tahun 2006, seperti yang dilaporkan oleh BPS Provinsi Kep. Bangka
Belitung, hanya 54,14 persen masyarakat yang memiliki akses terhadap
air bersih dan 51,43 persen yang memiliki akses terhadap sanitasi
dasar. Akibat lanjutannya adalah mendominasinya penyakit akibat kondisi
AMPL yang buruk dalam 10 besar penyakit yang menyerang masyarakat.
|
Kamis, 28 November 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar